Widodo Budidarmo

Kapolri Ketujuh   [ 25 Juni 1974 - 25 September 1978 ]

Jenderal Polisi Drs. Widodo Budidarmo dilahirkan pada 1 September 1927 di Kapaskrampung, Surabaya. Ayahnya bernama Budidarmo dan ibunya bernama Poedjiastoeti. Pada usia 7 tahun, Widodo Budidarmo dimasukkan sekolah Mardiguno di wilayah antara Ploso Bogen dan Pacar Keling, Surabaya. Ia bersekolah di Mardiguno hingga kelas tiga, kemudian oleh orang tuanya dipindahkan ke HIS Kristen (Christelijk Hollandsche Inlandsche School) di jalan Ambengan. Widodo Budidarmo menamatkan sekolah dasarnya pada tahun 1941. Kemudian ia melanjutkan sekolah di Koningen Emma School (KES), yakni sekolah teknik menengah di daerah Sawahan Surabaya. Di sekolah tersebut, ia memilih jurusan teknik mesin. Semasa mengikuti pelajaran di sekolah KES, Jepang masuk Indonesia, sehingga KES diubah menjadi Kogyo Gakko.
Selain bersekolah, Widodo Budidarmo juga aktif dalam kegiatan kepanduan, yakni Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI). Di dalam KBI inilah kemudian terasah sifat dan karakter dalam diri Widodo Budidarmo yakni disiplin, kerja sama, survival, dan kepedulian terhadap penderitaan orang lain.
Pada tahun 1945, menjelang kejatuhan Jepang di Indonesia, Widodo Budidarmo beserta seorang temannya yang bernama Suwoto Sukendar ditawari oleh direktur sekolahnya untuk masuk pendidikan Heiho di Jakarta. Setelah mempertimbangkannya, kemudian keduanya bersedia masuk Heiho. Di dalam Heiho inilah, Widodo Budidarmo mendapatkan latihan kemiliteran yang nantinya bermanfaat dalam perang mempertahankan kemerdekaan. Pada tahun 1946, Widodo Budidarmo melanjutkan sekolahnya di SMA Dokter Soetomo, Surabaya. Di SMA ini ia berhasil menamatkan SMA pada tahun 1950. Setelah tamat SMA ia melamar masuk ujian Angkatan Udara dan Perguruan Ilmu Kepolisian di Jakarta. Keduanya menerima Widodo Budidarmo, namun akhirnya ia memilih untuk masuk PTIK di Jakarta. Widodo Budidarmo termasuk angkatan ketiga dalam PTIK yang jumlahnya sebanyak 55 mahasiswa. Ia berhasil menyelesaikan pendidikan akademiknya pada tahun 1955. Pada tanggal 21 Maret 1955 ia dilantik menjadi Ajun Komisaris Polisi AKP bersama 37 teman sekelasnya, sedangkan 7 mahasiswa lain masih harus menyelesaikan studinya. Dari 55 mahasiswa yang lulus hanya 45 orang. Para lulusan berhasil menyandang gelar doktorandus ahli ilmu kepolisian.Tugas pertama Widodo adalah di Markas Besar Jawatan Kepolisian Negara di Jakarta. Kemudian ia dipindah tugaskan ke Purwakarta, Jawa Barat, sebagai Kepala Bagian Organisasi Kantor Polisi Keresidenan Purwakarta. Masa dinasnya di Purwakarta berlangsung selama 3 tahun, dari tahun 1956 hingga 1959. Pada akhir bulan November 1959, Widodo Budidarmo diperintahkan untuk mengikuti pendidikan di Amerika Serikat. Di Amerika Widodo Budidarmo beserta dua orang lainnya menempuh pendidikan di Unite States Coast Guard Officers Candidate School di kota Yorktown. Materi kuliahnya berupa teori-teori tentang pengawasan pelabuhan dan perairan yang meliputi keimigrasian, bea cukai, angkatan laut, pelabuhan udara, dan pengawasan pantai. Pendidikan di Amerika diselesaikan dalam waktu lima belas bulan.Sekembali dari pendidikan di Amerika Serikat pada tahun 1961, Widodo Budidarmo ditempatkan di Dinas Polisi Perairan dan Udara (Airud) dengan jabatan sebagai Kepala Bagian Operasi (Kabagops). Pada tahun 1966, ia diangkat menjadi Kepala Korps Polisi Perairan dan Udara dengan pangkat Komisaris Besar Polisi. Setahun kemudian, Widodo Budidarmo dinaikkan pangkatnya menjadi Brigadir Jenderal Polisi. Karier Widodo Budidarmo di kepolisian terus mengalami peningkatan. Pada tanggal 7 Desember 1967, Kepala Kepolisian RI, Jenderal Polisi Soetjipto Joedodihardjo, melantik Brigadir Jenderal Polisi Drs. Widodo Budidarmo sebagai Panglima Komando Daerah Kepolisian (Komdak) II/Sumatera Utara. Selama tiga tahun menjabat sebagai Kapolda Sumut, Widodo Budidarmo berhasil melaksanakan tugasnya, yakni menanggulangi penyelundupan dan perjudian yang terjadi di daerah tersebut. Hal ini kemudian membuat dirinya diangkat menjadi Kapolda Metro Jaya di Jakarta oleh Kapolri Jenderal Polisi Drs. Hoegeng Iman Santoso pada bulan Oktober 1970, menggantikan Inspektur Jenderal Polisi Drs. Soekahar. Pada saat menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya, terjadi suatu peristiwa yang kemudian menunjukkan sikap terbuka dan tidak pandang bulu dalam menghadapi hukum dan keadilan. Pada tahun 1973 terjadi musibah dalam keluarga Widodo Budidarmo. Puteranya yang bernama Tono, yang baru duduk di kelas II SMP, secara tidak sengja menembak sopir keluarga tersebut. Meskipun anak buah dan staf menyarankan agar peristiwa tersebut ditutupi, namun Widodo Budidarmo justru mengambil keputusan untuk membuka peristiwa penembakan tersebut kepada publik dalam sebuah jumpa pers dan menyerahkan putranya kepada Polsek Kebayoran Baru untuk diproses secara hukum. Dalam pengadilan di Jakarta Selatan kemudian Tono dijatuhi hukuman satu tahun masa percobaan. Sikap Widodo tersebut kemudian dipuji oleh pers sebagai sikap penegak hukum sejati.