Kapolri Keenam [ 3 Oktober 1971 - 24 Juni 1974 ]
Jenderal Polisi Drs. Mohamad Hasan lahir di daerah Muara Dua, Sumatera Selatan pada 20 Maret 1920. Ayahnya bernama Haji Ahmad bin Hasan dan ibunya Hajah Mariyatul Koptiah binti Pangeran Abdul Holik. Mohamad Hasan merupakan anak ketiga dari sembilan bersaudara. Berasal dari keluarga yang terpandang, karena Ayahnya adalah seorang yang bekerja sebagai demang pemerintahan Hindia Belanda, membuat Mohamad Hasan dapat mengenyam pendidikan di sekolah pemerintah Hindia Belanda. Pendidikan pertama yang ditempuh oleh Mohamad Hasan adalah Hollands Inlandsche School (HIS). Selanjutnya, Mohamad Hasan meneruskan sekolahnya ke Meer Uitgetabreid Lager Onderwijs (MULO) di kota Palembang.
Menyelesaikan pendidikan di MULO, Mohamad Hasan melanjutkan sekolahnya ke Middelbare Opleiding School Voor Inlandsche Amtenaren (MOSVIA). Mohamad Hasan mengawali karier di lingkungan kepolisian tanpa melalui pendidikan atau menempuh Akademi Kepolisian (Akpol) terlebih dahulu. Setelah menyelesaikan pendidikan MOSVIA pada tahun 1941, kemudian ia mendaftar sebagai pegawai pemerintah daerah., hingga akhirnya menjadi Asisten Wedena Lematang Ulu pada tahun 1945. Pada masa itu, jabatan mantri polisi, asisten wedana, dan wedana polisi digabung dengan aparat kepolisian yang ada. Sejak itulah, Mohamad Hasan mengabdikan dirinya di lingkungan kepolisian. Setelah menjabat sebagai Asisten Wedana di Lematang Ulu, ia diserahi tugas sebagai Kepala Polisi di Pagar Alam pada tahun 1946.. Inilah awal karir secara formal Mohamad Hasan di Kepolisian. Kemudian menjadi Wakil Kepala Polisi Palembang tahun 1947. Pada tahun 1949, menjadi Acting Bupati Palembang Utara dan selanjutnya menjadi Kepala Polisi Bengkulu di tahun yang sama. Setahun kemudian, menjabat Kepala Polisi di Palembang.
Demi menunjang karirnya kemudian ia menempuh pendidikan formal di lingkungan kepolisian. Pada tahun 1951, Mohamad Hasan masuk pendidikan Brigade Mobil (Brimob) di Porong, Sidoarjo dan Provost Marshall di Amerika Serikat. Selanjutnya, ia menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) pada tahun 1952, yang diselaikannya pada tahun 1958. Setelah lulus dari PTIK, kemudian ia diangkat menjadi Asisten II Kepala Kepolisian Negara pada tahun 1959. Sejak itulah karier dan jabatannya di kepolisian cenderung mengalami peningkatan. Ia diangkat menjadi Kastaf Komjen Mabes Kepolisian Negara tahun 1962 dan di tahun yang sama menjadi Deputi KKN Urusan Administrasi, Lektor PTIK di tahun 1964, Staf Menteri Koordinator Kompartemen Pertahanan Kastaf ABRI dan Deputi IV KKN di tahun 1965, dan Irjen Hankam di tahun 1967. Akhirnya, pada 2 Oktober 1971, Mohamad Hasan diangkat menjadi Kapolri ke-6 menggantikan Hoegeng Iman Santoso. Tindakan awal yang dilakukan Mohamad Hasan sebagai Kapolri adalah mengeluarkan Perintah Harian. Perintah Harian tersebut adalah sebagai berikut: Masing-masing agar dapat menunaikan tugas Polri dengan baik. Pelihara dan tingkatkan integrasi antara ABRI serta antara ABRI dengan rakyat. Tingkatkan keahlian dan kemahiran dalam bidang masing-masing agar dapat menunaikan tugas Polri dengan baik. Turut serta mengamankan kelancaran pembangunan terutama dalam rangka menyukseskan Program Akselerasi dan Modernisasi Pembangunan Nasional. Tebalkan iman dalam menghadapi nafsu-nafsu buruk, rongrongan, dan godaan yang menuju penyelewengan. Waspadalah terhadap desas-desus negatif yang dapat mengganggu kekompakkan Polri dan iklim ketenangan dan kegairahan kerja. Perintah Harian tersebut dijadikan Kapolri Jenderal Polisi Drs. Mohamad Hasan sebagai alat atau senjata utama untuk lepas landas dalam mengepalai Kepolisian Republik Indonesia. Pada masa kepemimpinannya, Jenderal Polisi Drs. Mohamad Hasan mengeluarkan Instruksi No. Ins/09/VI/1973 yang menyangkut agar semua anggota Polri mencantumkan Nomor Registrasi Pokok (NRP) selain nama dan pangkat dalam penandatanganan tulisan dinas. Peraturan tersebut berlaku untuk Perwira Menengah ke bawah. Instruksi Kapolri tersebut bertujuan agar semua urusan kedinasan Polri berjalan lebih baik dan tertib. Menyangkut upaya perbaikan organisasi ke dalam tubuh Polri, Jenderal Polisi Drs. Mohamad Hasan melakukan kebijakan untuk menyatukan Komdak XV/Bali, Komdak/XVI Nusa Tenggara Barat/(NTB), Komdak/XVII Nusa Tenggara Timur/(NTT) menjadi Komdak Nusa Tenggara (Nusra) dan peleburan Komdak V/Jambi dan Komdak VI/Sumatera Selatan menjadi Komdak VI/Sumatera Bagian Selatan. Kebijakan penyatuan tersebut bertujuan agar rentang kendali menjadi makin pendek sehingga organisasi Polri menjadi lebih efektif dan efisien. Sedangkan kebijakan tentang kebijakan terhadap pembenahan organisasi pendidikan kepolisian, pada tanggal 28 Maret 1974, status dan sebutan Seskopol berubah menjadi Sesko ABRI Bagian Kepolisian, tetapi tetap dengan singkatan nama Seskopol. Hal ini berhubungan dengan berdirinya sekolah Staf dan Komando ABRI (Sesko ABRI). Kebijakan ini mengakibatkan semua kewenangan pengendalian operasi pendidikan Sesko Angkatan/Polri diserahkan kepada Dan Jen Sesko ABRI.
Sumber, http://www.museum.polri.go.id