Kapolri Keempat [ 9 Mei 1965 - 8 Mei 1968 ]
Jenderal Polisi M. Ng. Soeptjipto Joedodihardjo lahir 27 April 1917 di Jember, Jawa Timur. Ia berasal dari keluarga pamong praja yang sederhana. Ia adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan M. Ng. Mochamad Joesoef dan Habibah Joedodihardjo. Adik perempuannya bernama Kamariyah. Berangkat dari keluarga yang taat beragama, membentuk sosoknya yang jujur, sabar dan bertanggung jawab. Ia adalah Kapolri (yang kala itu masih bernama Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian—Men/Pangak) yang keempat sejak kemerdekaan Indonesia. Bisa disebut, ia adalah Kapolri (Men/Pangak) dua zaman; zaman Orde Lama dan Orde Baru.Zaman ketika terjadi transisi dari kedua Orde itu. Ia menjadi Men/Pangak dalam masa yang penuh gejolak dan berbagai peristiwa penting.Pendidikannya diselesaikannya dengan baik walau pun tidak mulus, melainkan menempuh banyak rintangan.
Ia masuk Hollands Inlandsche School (HIS). Ini pun berkat kerja keras orang tuanya dan diangkatnya ia sebagai anak angkat oleh pamannya yang seorang wedana bernama R. Wiro Projo. Jiwa nasionalismenya mulai muncul di sekolah ini, bersama teman-teman sekolahnya yang berasal dari kaum pribumi. Karena ketekunan dan disiplin yang ditanamkan keluarga, ia lulus dan melanjutkan sekolah ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs). MULO yang setingkat SMP sekarang itu mewajibkan penguasaan bahasa asing bagi murid-muridnya sekurang-kurangnya dua. Tekad untuk mengabdikan diri dan mempersembahkan sesuatu untuk bangsa dan negara menyebabkan M. Ng. Soeptjipto Joedodihardjo tamat pada waktunya dengan prestasi yang menggembirakan. Ia pun melanjutkan pendidikan di MOSVIA (Middelbare Opleiding School Voor inlandsche Ambtenaren). Sekolah ini adalah sekolah yang sangat bergengsi di zaman itu. Tidak semua orang bisa bersekolah di sini. Pendidikan yang diikuti M. Ng. Soeptjipto Joedodihardjo di sekolah ini memungkinkan dirinya mengabdikan ilmu pada bangsa dan negara hingga menjabat Men/Pangak. Ia menyelesaikan pendidikan di MOSVIA tepat waktu yakni tahun 1939.Karier setelah pendidikannya dimulai dari Ambtenaar sebagai pemangku jabatan AIB Tanggul Besuki. Tahun 1940, ia pindah ke kota kelahirannya, Jember, sebagai AIB di tempat itu. Pada 1941 ia menjabat Mantri Polisi Situbondo dan pada tahun yang sama menjadi Mantri Polisi Surabaya. Tahun 1942, sebagai Mantri Polisi Bondowoso dan Kalisat/Jember. Tahun 1943 menjadi Itto Keibu di Bondowoso. Tahun 1944 ia pergi ke Taiwan untuk mendapat latihan ilmu kepolisian. Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah kesempatan M. Ng. Soeptjipto Joedodihardjo untuk mewujudkan mimpinya; membaktikan ilmu dan tenaganya untuk bangsanya sendiri. Di Besuki M. Ng. Soeptjipto Joedodihardjo memimpin perlawanan dan pelucutan Jepang dan Jepang tunduk. Jepang pun menyerahkan senjata dan diterima oleh, salah satunya, Kepala Tokubetsu Keisatsutai Soetjipto Joedodihardjo. Berkat perjuangannya, ia mendapat kenaikan pangkat menjadi Inspektur Polisi Kelas I pada Pasukan Istimewa Besuki. Pada penyusupan tentara NICA oleh Sekutu, di daerah sekitar Besuki M. Ng. Soeptjipto Joedodihardjo tampil sebagai pemimpin untuk melawan mereka. Daerah Keresidenan Besuki masuk sebagai daerah target perluasan wilayah Belanda kala itu. Maka, mau dan tak mau Kesatuan Mobrig Besuki di bawah kepemimpinan Inspektur Polisi Kelas I M. Ng. Soetjipto Joedodihardjo melakukan perlawanan dan berhasil mematahkan serangan Belanda. Atas jasanya itu, M. Ng. Soetjipto Joedodihardjo dipromosikan sebagai Wakil Komandan Mobrig Polisi Jawa Timur di Surabaya (1947). Tak lama kemudian ia pun mendapat kenaikan pangkat menjadi Komisaris Polisi (KP) II. Pada masa sebagai Wakil Komandan Mobrig Polisi Jawa Timur ini, salah satu prestasinya adalah berhasil menumpas pemberontakan PKI di Madiun 1948. Setelah keberhasilan itu, Komisaris Polisi TK. II M. Ng. Soetjipto Joedodihardjo mengemban tugas berat yakni Komandan Mobrig Polisi Jakarta Raya (1950). Lantas ia pun menjadi Komandan Mobrig Polisi Jawa Timur. Ia diakui dan dipuji pemerintah dan pimpinan Polri karena berhasil ikut menumpas Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) di Bandung. Ia pun dipromosikan untuk menduduki jabatan di Jawatan Kepolisian Negara dengan pangkat Komisaris I. Pada 4 Juli 1950, Dewan Guru Besar Angkatan Kepolisian merubah Akademi Polisi menjadi Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian. M. Ng. Soetjipto Joedodihardjo pun diangkat dan ditetapkan sebagai Lektor PTIK pada 1960. Ketekunan, ketegasan dan perjalanan kariernya yang berprestasilah yang menghantarkannya ke kedudukan ini. Jiwa M. Ng. Soetjipto Joedodihardjo mungkin sudah tertanam dan mendarah daging dengan kesatuan Mobrig. Ini terbukti dengan diangkatnya dia sebagai Komandan Komandemen Mobrig Pusat pada 1960. Mobrig ini lantas dirubah namanya oleh Bung Karno menjadi Brigade Mobil (Brimob).Sumber, http://www.museum.polri.go.id
Ia masuk Hollands Inlandsche School (HIS). Ini pun berkat kerja keras orang tuanya dan diangkatnya ia sebagai anak angkat oleh pamannya yang seorang wedana bernama R. Wiro Projo. Jiwa nasionalismenya mulai muncul di sekolah ini, bersama teman-teman sekolahnya yang berasal dari kaum pribumi. Karena ketekunan dan disiplin yang ditanamkan keluarga, ia lulus dan melanjutkan sekolah ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs). MULO yang setingkat SMP sekarang itu mewajibkan penguasaan bahasa asing bagi murid-muridnya sekurang-kurangnya dua. Tekad untuk mengabdikan diri dan mempersembahkan sesuatu untuk bangsa dan negara menyebabkan M. Ng. Soeptjipto Joedodihardjo tamat pada waktunya dengan prestasi yang menggembirakan. Ia pun melanjutkan pendidikan di MOSVIA (Middelbare Opleiding School Voor inlandsche Ambtenaren). Sekolah ini adalah sekolah yang sangat bergengsi di zaman itu. Tidak semua orang bisa bersekolah di sini. Pendidikan yang diikuti M. Ng. Soeptjipto Joedodihardjo di sekolah ini memungkinkan dirinya mengabdikan ilmu pada bangsa dan negara hingga menjabat Men/Pangak. Ia menyelesaikan pendidikan di MOSVIA tepat waktu yakni tahun 1939.Karier setelah pendidikannya dimulai dari Ambtenaar sebagai pemangku jabatan AIB Tanggul Besuki. Tahun 1940, ia pindah ke kota kelahirannya, Jember, sebagai AIB di tempat itu. Pada 1941 ia menjabat Mantri Polisi Situbondo dan pada tahun yang sama menjadi Mantri Polisi Surabaya. Tahun 1942, sebagai Mantri Polisi Bondowoso dan Kalisat/Jember. Tahun 1943 menjadi Itto Keibu di Bondowoso. Tahun 1944 ia pergi ke Taiwan untuk mendapat latihan ilmu kepolisian. Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah kesempatan M. Ng. Soeptjipto Joedodihardjo untuk mewujudkan mimpinya; membaktikan ilmu dan tenaganya untuk bangsanya sendiri. Di Besuki M. Ng. Soeptjipto Joedodihardjo memimpin perlawanan dan pelucutan Jepang dan Jepang tunduk. Jepang pun menyerahkan senjata dan diterima oleh, salah satunya, Kepala Tokubetsu Keisatsutai Soetjipto Joedodihardjo. Berkat perjuangannya, ia mendapat kenaikan pangkat menjadi Inspektur Polisi Kelas I pada Pasukan Istimewa Besuki. Pada penyusupan tentara NICA oleh Sekutu, di daerah sekitar Besuki M. Ng. Soeptjipto Joedodihardjo tampil sebagai pemimpin untuk melawan mereka. Daerah Keresidenan Besuki masuk sebagai daerah target perluasan wilayah Belanda kala itu. Maka, mau dan tak mau Kesatuan Mobrig Besuki di bawah kepemimpinan Inspektur Polisi Kelas I M. Ng. Soetjipto Joedodihardjo melakukan perlawanan dan berhasil mematahkan serangan Belanda. Atas jasanya itu, M. Ng. Soetjipto Joedodihardjo dipromosikan sebagai Wakil Komandan Mobrig Polisi Jawa Timur di Surabaya (1947). Tak lama kemudian ia pun mendapat kenaikan pangkat menjadi Komisaris Polisi (KP) II. Pada masa sebagai Wakil Komandan Mobrig Polisi Jawa Timur ini, salah satu prestasinya adalah berhasil menumpas pemberontakan PKI di Madiun 1948. Setelah keberhasilan itu, Komisaris Polisi TK. II M. Ng. Soetjipto Joedodihardjo mengemban tugas berat yakni Komandan Mobrig Polisi Jakarta Raya (1950). Lantas ia pun menjadi Komandan Mobrig Polisi Jawa Timur. Ia diakui dan dipuji pemerintah dan pimpinan Polri karena berhasil ikut menumpas Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) di Bandung. Ia pun dipromosikan untuk menduduki jabatan di Jawatan Kepolisian Negara dengan pangkat Komisaris I. Pada 4 Juli 1950, Dewan Guru Besar Angkatan Kepolisian merubah Akademi Polisi menjadi Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian. M. Ng. Soetjipto Joedodihardjo pun diangkat dan ditetapkan sebagai Lektor PTIK pada 1960. Ketekunan, ketegasan dan perjalanan kariernya yang berprestasilah yang menghantarkannya ke kedudukan ini. Jiwa M. Ng. Soetjipto Joedodihardjo mungkin sudah tertanam dan mendarah daging dengan kesatuan Mobrig. Ini terbukti dengan diangkatnya dia sebagai Komandan Komandemen Mobrig Pusat pada 1960. Mobrig ini lantas dirubah namanya oleh Bung Karno menjadi Brigade Mobil (Brimob).Sumber, http://www.museum.polri.go.id