Kapolri Ketigabelas [ 15 Maret 1996 - 28 Juni 1998 ]
Jenderal Polisi Drs. Dibyo Widodo merupakan salah satu putra terbaik yang pernah dimiliki bangsa Indonesia, dan menjadi Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) ke-13. Awal kariernya di bidang kepolisian merupakan sebuah pilihan hidup, karena sebelum diterima sebagai taruna Akademi Angkatan Kepolisian, ia lebih dulu diterima menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Karier lulusan Taruna Akpol tahun 1968 ini terus menanjak, dan untuk mencapai posisi puncak di jajaran Kepolisian Republik Indonesia, ia harus
melewati 32 jenjang jabatan, dimulai dari Kepolisian Sektor Medan Baru sampai Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Metro Jaya, hingga
Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Karakternya sebagai seorang polisi terbentuk ketika ia pernah tiga kali memangku jabatan sebagai Komandan Satuan Reserse, yaitu di Komtabes Medan (dua kali di Polda Sumatera Utara, dan sekali sebagai Wakil Komandan Satuan Reserse). Dibyo yang lahir di Purwokerto pada 26 Mei 1946 ini dikenal sebagai sosok yang ngoyo, tidak sabaran dan ingin cepat melihat hasil, pantang menyerah, serta tidak mau berhenti jika buruannya belum tertangkap. Ia juga dikenal sebagai orang yang inovatif, dan suka mencari terobosan-terobosan baru. Kelebihannya adalah segala yang dikehendakinya harus segera terwujud; kurang baiknya adalah cenderung mengabaikan norma. Prinsip hidupnya, yaitu manusia bukan sekedar daging yang diberi nyawa, maka hidup itu harus memiliki arti bagi diri sendiri, orang lain, masyarakat, serta bangsa dan negara. Salah satu hal yang paling dikenang, terutama oleh anak buahnya ketika menjabat Kapolsek Medan Baru, adalah Dibyo rela terjun langsung memimpin anak buahnya untuk mengejar penjahat dengan menyeberangi Sungai Deli, serta masuk ke kampung-kampung atau dusun di daerah lingkar tugasnya. Ketika baru saja dilantik menjadi Kapolda Metro Jaya, ia pernah mengatakan bahwa pihaknya akan menuntaskan semua kasus yang belum terselesaikan, dan akan menjadi prioritas dalam penanganannya. “Insya Allah, semuanya akan kami tuntaskan”. Wajar jika aparat yang paling dibanggakannya adalah jajarannya di Polda Metro Jaya. Bersama mereka, Dibyo berhasil membuktikan janjinya ketika baru dilantik dengan mengurai misteri kasus-kasus besar di Ibukota, antara lain kasus pembunuhan mahasiswa PTIK Lettu Budi Prasetyo, pembunuhan Kapolsek Pademangan Mayor Polisi Drs. Noenang Kohar, perampokan disertai perkosaan keluarga acan, dan pembantai keluarga Rohadi. Ketika Dibyo memegang tampuk pimpinan Polisi seluruh Indonesia, banyak masalah yang dipanggul Polri, baik internal maupun eksternal, di samping kasus-kasus besar seperti terbunuhnya wartawan Bernas di Yogyakarta, lepasnya tahanan koruptor kelas kakap Eddy Tansil, merebaknya kasus narkoba, meningkatnya kualitas dan jumlah kejahatan disertai kekerasan, serta kondisi internal Polri yang kurang sehat. Selain itu, ada juga isu wereng cokelat yang dikaitkan dengan Sabhara (sampta Bhayangkara-Uniform police) yang terjun ke jalanan, dan masalah jumlah personel polri yang kurang memadai berdasarkan standarisasi ideal dari PBB.
Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Karakternya sebagai seorang polisi terbentuk ketika ia pernah tiga kali memangku jabatan sebagai Komandan Satuan Reserse, yaitu di Komtabes Medan (dua kali di Polda Sumatera Utara, dan sekali sebagai Wakil Komandan Satuan Reserse). Dibyo yang lahir di Purwokerto pada 26 Mei 1946 ini dikenal sebagai sosok yang ngoyo, tidak sabaran dan ingin cepat melihat hasil, pantang menyerah, serta tidak mau berhenti jika buruannya belum tertangkap. Ia juga dikenal sebagai orang yang inovatif, dan suka mencari terobosan-terobosan baru. Kelebihannya adalah segala yang dikehendakinya harus segera terwujud; kurang baiknya adalah cenderung mengabaikan norma. Prinsip hidupnya, yaitu manusia bukan sekedar daging yang diberi nyawa, maka hidup itu harus memiliki arti bagi diri sendiri, orang lain, masyarakat, serta bangsa dan negara. Salah satu hal yang paling dikenang, terutama oleh anak buahnya ketika menjabat Kapolsek Medan Baru, adalah Dibyo rela terjun langsung memimpin anak buahnya untuk mengejar penjahat dengan menyeberangi Sungai Deli, serta masuk ke kampung-kampung atau dusun di daerah lingkar tugasnya. Ketika baru saja dilantik menjadi Kapolda Metro Jaya, ia pernah mengatakan bahwa pihaknya akan menuntaskan semua kasus yang belum terselesaikan, dan akan menjadi prioritas dalam penanganannya. “Insya Allah, semuanya akan kami tuntaskan”. Wajar jika aparat yang paling dibanggakannya adalah jajarannya di Polda Metro Jaya. Bersama mereka, Dibyo berhasil membuktikan janjinya ketika baru dilantik dengan mengurai misteri kasus-kasus besar di Ibukota, antara lain kasus pembunuhan mahasiswa PTIK Lettu Budi Prasetyo, pembunuhan Kapolsek Pademangan Mayor Polisi Drs. Noenang Kohar, perampokan disertai perkosaan keluarga acan, dan pembantai keluarga Rohadi. Ketika Dibyo memegang tampuk pimpinan Polisi seluruh Indonesia, banyak masalah yang dipanggul Polri, baik internal maupun eksternal, di samping kasus-kasus besar seperti terbunuhnya wartawan Bernas di Yogyakarta, lepasnya tahanan koruptor kelas kakap Eddy Tansil, merebaknya kasus narkoba, meningkatnya kualitas dan jumlah kejahatan disertai kekerasan, serta kondisi internal Polri yang kurang sehat. Selain itu, ada juga isu wereng cokelat yang dikaitkan dengan Sabhara (sampta Bhayangkara-Uniform police) yang terjun ke jalanan, dan masalah jumlah personel polri yang kurang memadai berdasarkan standarisasi ideal dari PBB.
Sumber, http://www.museum.polri.go.id