Timur Pradopo

Jenderal Polisi Drs. Timur Pradopo (lahir di Jombang, Jawa Timur, 10 Januari 1956) adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia sejak 22 Oktober 2010. Jenderal bintang empat alumnus Akpol 1978 ini merupakan Kapolri pengganti Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri[1].
Timur dilantik menjadi Kapolri pada hari Jumat, tanggal 22 Oktober 2010

Bambang Hendarso Danuri

Kapolri Kesembilanbelas  [ 1 Oktober 2008 - Sekarang ]

Jenderal Polisi Drs. Bambang Hendarso Danuri, M.M. (lahir di Bogor, Jawa Barat, 10 Oktober 1952 ) adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) sejak 1 Oktober 2008. Beliau adalah lulusan Akademi Kepolisian tahun 1974 dan meraih gelar sarjana dari Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Jakarta. Ia beristrikan Nanny Hartiningsih dan merupakan adik dari mantan Pangdam I/Bukit Barisan Mayjen TNI (Purn.) Tritamtomo.

Bambang mengawali karirnya di kepolisian ketika menjadi Wakasat Sabhara Polresta Bogor Polda Jawa Barat tahun 1975. Setelah itu karirnya terus melesat hingga antara lain pernah menjabat sebagai Kapolres Jayapura (1993), Wakapolwil Bogor Polda Jawa Barat (1994), Kadit Serse Polda Nusa Tengggara Barat (1997), Kadit Serse Polda Bali

Sutanto

Kapolri Kedelapanbelas  [ 8 Juli 2005 - 30 September 2008 ]

Sutanto lahir di Comal, di Desa Gedeg pada tanggal 30 September 1950 dari pasangan Suryadi bin Rowowidjojo dan Suriah binti Warli. Ayah Sutanto merupakan seorang Polisi Negara yang merupakan keturunan asli Desa Gedeg. Menurut penuturan teman sepermainannya sewaktu kecil, Sutanto yang berpenampilan kalem itu ternyata pandai bermain klungsu (biji asem). Terbukti Sutanto kecil seringkali mengalahkan teman-teman sepermainan di lingkungan Desa Gedeg dalam hal dolanan klungsu. Masa kecil Sutanto antara tahun 1963 sampai 1966 banyak dihabiskan bersama budhe-nya, yaitu budhe Saryi yang tinggal di rumahnya di Desa Gedeg Rt. 07, Rw. 02, Kecamatan Comal, Kabupaten Pemalang. Budhe Saryi (alm) sangat dekat

Da'i Bachtiar

Kapolri Ketujuhbelas  [ 29 November 2001 - 7 Juli 2005 ]
Da’i Bachtiar lahir di Kabupaten Indramayu pada tanggal 25 Januari 1950. Kehidupan desa yang masih kental dengan sifat kekeluargaan dan gotong royong membentuk kepribadiannya. Keluarga Da’i Bachtiar termasuk disegani dan dihormati didaerahnya bukan karena mengandalkan pangkat yang tinggi serta kekayaan yang melimpah ruah, melainkan didikan budi pekerti luhur, sikap tolong menolong, rasa tanggung jawab, dan kepedulian

Surojo Bimantoro

Kapolri Keenambelas  [ 23 September 2000 - 28 November 2001 ]

Suroyo Bimantoro lahir di Gombong, Kebumen Jawa Tengah pada 3 November 1964 sebagai anak kedua dari Sembilan bersaudara. Bimantoro menempuh pendidikan dasar di Banjarnegara (Banyumas) dari tahun 1953-1959. Sejak kecil Bimantoro dikenal oleh kawan-kawannya sebagai teman yang gemar belajar, oleh karena itu pada saat ujian akhir sekolah dasar ia meraih rangking II dari sekolahnya. Setelah lulus sekolah dasar, Bimantoro melanjutkan ke SLTP pada tahun

Roesdihardjo

Kapolri Kelimabelas  [ 4 Januari 2000 - 22 September 2000 ]

Jenderal Polisi Drs. Rusdihardjo lahir pada tanggal 7 Juli 1945 di Dlem Tjokrokusuman. Lahir dari pasangan suami istri G.P.H. Notoprodjo dan R. Ayu Soenarni Wongsonegoro. Rusdihardjo mulai masuk sekolah di Sekolah Dasar Margorejo, Kecamatan Tayu, Pati. Di sekolah tersebut ia belajar dari kelas I hingga kelas IV, sedangkan kelas V hingga kelas VI diselaikan di Walikukun, Ngawi, Jawa Timur. Selesai menempuh pendidikan di sekolah Dasar kemudian Rusdihardjo melanjutkan sekolah di SMP Negeri I Tangerang pada tahun 1957. Tiga tahun kemudian, ia lulus dari SMP tersebut dan

Roesmanhadi

Kapolri Keempatbelas  [ 29 Juni 1998 - 3 Januari 2000 ]

Salah satu putra terbaik bangsa Indonesia yang pernah dimiliki adalah Drs. Roesmanhadi, S.H., M.M., M. Hum. Ia adalah Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) ke-14, selama periode 3 Juli 1998 – 4 Januari 2000.
Sejumlah “pekerjaan rumah” yang berat telah menghadang Kapolri Letjen Polisi Drs. Roesmanhadi, S.H., M.M., M. Hum. Setelah menerima tongkat komando dari Drs. Dibyo Widodo, Roesmanhadi mencurahkan pikirannya untuk memperbaiki citra polisi. Ia pun juga harus mencari cara untuk menigkatkan kemampuan profesionalisme anggota Polri, khususnya sebagai penyidik dan mempercepat kerja sama dengan polisi luar negeri dan lembaga lain.Korps pimpinan Roesmanhadi ini tengah menghadapi masyarakat yang kian gencar menuntut polisi agar dapat

Dibyo Widodo

Kapolri Ketigabelas  [ 15 Maret 1996 - 28 Juni 1998 ]

Jenderal Polisi Drs. Dibyo Widodo merupakan salah satu putra terbaik yang pernah dimiliki bangsa Indonesia, dan menjadi Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) ke-13. Awal kariernya di bidang kepolisian merupakan sebuah pilihan hidup, karena sebelum diterima sebagai taruna Akademi Angkatan Kepolisian, ia lebih dulu diterima menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Karier lulusan Taruna Akpol tahun 1968 ini terus menanjak, dan untuk mencapai posisi puncak di jajaran Kepolisian Republik Indonesia, ia harus
melewati 32 jenjang jabatan, dimulai dari Kepolisian Sektor Medan Baru sampai Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Metro Jaya, hingga

Banurusman A.

Kapolri Keduabelas  [ 6 April 1993 - 14 Maret 1996 ]

Banurusman lahir pada tanggal 28 September 1941 di Desa Cibeuti, Kecamatan Kawalu, Kabupaten Kota Tasikmalaya, dari pasangan suami isteri Abdul Wahid Astrosemitro dan Hj. Siti Maryam Abdul Wahid. Keluarga Banurusman adalah potret keluarga polisi yang sederhana. Ayah Banurusman adalah seorang anggota Polri yang berasal dari kota Bangkalan, Madura. Sebagai keluarga polisi Abdul Wahid sudah pasti menerapkan serta menanamkan nilai-nilai disiplin yang tinggi dalam kehidupan sehari-hari mereka. Selain nilai-nilai disiplin, Banurusman juga mendapat dasar-dasar ilmu agama dari pesantren yang banyak terdapat dilingkungan sekitarnya di kota Tasikmalaya. Gemblengan ilmu agama di pesantren tersebut sangat kuat dalam kehidupan pribadi banurusman ataupun keluarga.

Kunarto

Kapolri Kesebelas  [ 20 Februari 1991 - 5 April 1993 ]

Kunarto lahir di Yogyakarta pada tanggal 8 Juni 1940. Anak dari pasangan Ahmad Djohar dan Parimah ini sejak sekolah dasar sudah bercita-cita untuk menjadi polisi. Tahun 1960 Kunarto berhasil diterima di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jakarta, setelah kurang lebih enam bulan menganggur setamatnya dari SMA. Kunarto adalah seseorang yang tidak pernah patah semangat dan memiliki kemauan yang kuat untuk selalu belajar dan sekaligus ingin menunjukkan bahwa ia mampu berbuat yang terbaik untuk bangsa dan negara. Pada 21 Oktober 1967 Kunarto menyunting seorang gadis kelahiran Yogyakarta bernama Warsiyah, dari pernikahannya ini Kunarto dikaruniai dua anak, yaitu Rinoadi Kuswaryanto dan Hariadi Kuswarjono.

Moch. Sanoesi

Kapolri Kesepuluh  [ 7 Juni 1986 - 19 Februari 1991 ]

Salah seorang Putra terbaik yang dimiliki bangsa Indonesia adalah Jenderal Polisi Drs.H.Mochamad Sanoesi. Ia merupakan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) ke-10 yang menjabat mulai dari 18 Juni 1986 sampai 28 Februari 1991.
Mochamad Sanoesi dilahirkan di Bogor, Jawa Barat, pada tanggal 15 Februari 1935, dari pasangan Suami isteri bernama Mochamad Ropik dan Siti Utih. Sanoesi menjalani masa kecil dan masa remajanya di Kota Bogor, dan dibesarkan oleh lingkungan yang sangat mencintainya. Sanoesi memulai jenjang pendidiknnya pada tahun 1942 yaitu dengan masuk sekolah rakyat di Bogor, pada tahun 1852, Sanoesi lulus SMP dan di tahun 1955 Sanoesi dinyatakan lulus sekolah Menengah Atas.

Anton Soedjarwo

Kapolri Kesembilan   [ 4 Desember 1982 - 6 Juni 1986 ]

"...kita harus tunjukkan bahwa kita mau dan bisa bekerja di situasi dan kondisi apa pun."
(Anton Soedjarwo)
Kehidupan Jenderal Polisi Anton Soedjarwo dipenuhi perjuangan tanpa henti-henti. Hal ini dimulai dari bergabungnya ia dengan Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP). Kala itu, pemuda Soedjarwo tengah mengenyam pendidikan setingkat Sekolah Menengah Pertama di Sekolah Menengah Pertanian di Purworedjo. Soedjarwo dkk yang berbasis di wilayah Banjarnegara, Purwokerti dan Banyuman dengan gagah berani bergerilya ketika Belanda melancarkan Agresi Militer Pertama 20 Juli 1947. Kala itulah nama Anton mulai melekat pada diri Soedjarwo dan selanjutnya beliau dikenal dengan Anton Soedjarwo. Pemberian nama Anton itu adalah salah satu taktik dari perang gerilya kala itu.

Awaloedin Djamin

Kapolri Kedelapan   [ 26 September 1978 - 3 Desember 1982 ]

"... Bila sekarang ada satu Bung Hatta dan satu Sutan Syahrir, di masa yang akan dating akan ada beratus-ratus Hatta dan beribu-ribu Syahrir."
(Awaloedin Djamin)
Awaloedin Djamin menghabiskan masa kecil dan sekolah dasar hingga menengah atasnya di kota Padang. Awaloedin adalah sosok yang cukup punya banyak kelebihan. Selain sebagai polisi yang piawai, ia juga adalah politisi yang handal dan akademisi yang briliant. Ia lahir dari keluarga bangsawan di Padang pada 26 September 1927. Sehabis meyelesaikan pendidikan setingkat SMA di Padang, ia melanjutkan studinya di Universitas Indonesia, Jakarta (1949-1950) Putra pertama Marah Djamin ini lantas masuk PTIK yang ditamatkannya pada tahun 1955. Fokus pemikiran dan kerjanya saat menjabat sebagai Kapolri adalah pembenahan menyeluruh (Overall reform) untuk meningkatkan citra dan wibawa Polri di mata masyarakat. Ia melakukanya dengan kebijakan terpadu yang dikenal dengan “Program Pembenahan dan Peningkatan Citra Diri”.

Widodo Budidarmo

Kapolri Ketujuh   [ 25 Juni 1974 - 25 September 1978 ]

Jenderal Polisi Drs. Widodo Budidarmo dilahirkan pada 1 September 1927 di Kapaskrampung, Surabaya. Ayahnya bernama Budidarmo dan ibunya bernama Poedjiastoeti. Pada usia 7 tahun, Widodo Budidarmo dimasukkan sekolah Mardiguno di wilayah antara Ploso Bogen dan Pacar Keling, Surabaya. Ia bersekolah di Mardiguno hingga kelas tiga, kemudian oleh orang tuanya dipindahkan ke HIS Kristen (Christelijk Hollandsche Inlandsche School) di jalan Ambengan. Widodo Budidarmo menamatkan sekolah dasarnya pada tahun 1941. Kemudian ia melanjutkan sekolah di Koningen Emma School (KES), yakni sekolah teknik menengah di daerah Sawahan Surabaya. Di sekolah tersebut, ia memilih jurusan teknik mesin. Semasa mengikuti pelajaran di sekolah KES, Jepang masuk Indonesia, sehingga KES diubah menjadi Kogyo Gakko.

Mohammad Hasan

Kapolri Keenam   [ 3 Oktober 1971 - 24 Juni 1974 ]

Jenderal Polisi Drs. Mohamad Hasan lahir di daerah Muara Dua, Sumatera Selatan pada 20 Maret 1920. Ayahnya bernama Haji Ahmad bin Hasan dan ibunya Hajah Mariyatul Koptiah binti Pangeran Abdul Holik. Mohamad Hasan merupakan anak ketiga dari sembilan bersaudara. Berasal dari keluarga yang terpandang, karena Ayahnya adalah seorang yang bekerja sebagai demang pemerintahan Hindia Belanda, membuat Mohamad Hasan dapat mengenyam pendidikan di sekolah pemerintah Hindia Belanda. Pendidikan pertama yang ditempuh oleh Mohamad Hasan adalah Hollands Inlandsche School (HIS). Selanjutnya, Mohamad Hasan meneruskan sekolahnya ke Meer Uitgetabreid Lager Onderwijs (MULO) di kota Palembang.

Hoegeng Imam Santoso

Kapolri Kelima   [ 9 Mei 1968 - 2 Oktober 1971 ]

Jenderal Polisi Drs. Hoegeng Iman Santoso merupakan salah satu putra terbaik yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Ia merupakan Kapolri ke-V yang dilantik pada 1 Mei 1968 menggantikan Panglima Angkatan Kepolisian Jenderal Polisi M. Ng. Soetjipto Joedodihardjo.Hoegeng Iman Santoso merupakan putra sulung dari pasangan Soekario Kario Hatmodjo dan Oemi Kalsoem. Beliau lahir pada 14 Oktober 1921 di Kota Pekalongan. Meskipun berasal dari keluarga Priyayi (ayahnya merupakan pegawai atau amtenaar Pemerintah Hindia Belanda), namun perilaku Hoegeng kecil sama sekali tidak menunjukkan kesombongan, bahkan ia banyak bergaul dengan anak-anak dari lingkungan biasa. Hoegeng sama sekali tidak pernah mempermasalahkan ningrat atau tidaknya seseorang dalam bergaul.Masa kecil Hoegeng diwarnai dengan kehidupan yang sederhana karena ayah Hoegeng tidak memiliki rumah dan tanah pribadi,

M. Ng. Soetjipto Joedodihardjo

Kapolri Keempat   [ 9 Mei 1965 - 8 Mei 1968 ]

Jenderal Polisi M. Ng. Soeptjipto Joedodihardjo lahir 27 April 1917 di Jember, Jawa Timur. Ia berasal dari keluarga pamong praja yang sederhana. Ia adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan M. Ng. Mochamad Joesoef dan Habibah Joedodihardjo. Adik perempuannya bernama Kamariyah. Berangkat dari keluarga yang taat beragama, membentuk sosoknya yang jujur, sabar dan bertanggung jawab. Ia adalah Kapolri (yang kala itu masih bernama Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian—Men/Pangak) yang keempat sejak kemerdekaan Indonesia. Bisa disebut, ia adalah Kapolri (Men/Pangak) dua zaman; zaman Orde Lama dan Orde Baru.Zaman ketika terjadi transisi dari kedua Orde itu. Ia menjadi Men/Pangak dalam masa yang penuh gejolak dan berbagai peristiwa penting.Pendidikannya diselesaikannya dengan baik walau pun tidak mulus, melainkan menempuh banyak rintangan.

Soetjipto Danoekoesoemo

Soetjipto Danoekoesoemo
--------
Inspektur Jenderal Soetjipto Danoekoesoemo (lahir di Tulungagung, Jawa Timur, 28 Februari 1922; umur 89 tahun) adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dari 30 Desember 1963 hingga 8 Mei 1965.Masa kecilnya dihabiskan di bangku HIS, MULO dan SMA-C. Ia kemudian mengikuti pendidikan di Kotoka I (Sekolah Bagian Tinggi Kepolisian) Sukabumi (1943). Setelah tamat, Danoekoesoemo diangkat menjadi Komandan Batalyon Polisi Istimewa Sura-baya(1945).Soetjipto kembali mengikuti pendidikan Hersholing Mobrig di Sukabumi (1950). Setelah itu, ia diangkat menjadi Wakil Koordinator dan Inspektur Mobile Brigade Polisi Jawa Timur (1951), dan Wakil Koordinator dan Inspektur Mobrig Polisi Jawa Tengah (1954).