Soekarno Djojonegoro
------------
Komisaris Polisi Raden Soekarno Djojonegoro (lahir di Banjarnegara, Jawa Tengah, 15 Mei 1908 – meninggal di Jakarta, 27 November 1975 pada umur 67 tahun) adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (dulu bernama Kepala Kepolisian Negara) dari 15 Desember 1959 hingga 29 Desember 1963.
Awal hidup dan karier
Ia adalah anak keempat Bupati Banjarnegara, Raden Adipati Djojonagoro II. Karier kepolisiannya dimulai pada tahun 1928, setelah ia menamatkan pendidikannya di Osvia. Jabatan pertamanya adalah AIB di Jatibarang. Ia kemudian menjadi Mantri Polisi Residen Jepara Rembang (1931),
Asisten Wedana Banyumas (1934), Asisten Residen Lampung (1935), Mantri Polisi Kedungwuni, Pekalongan (1936), Asisten Wedana Polisi Tegal (1941), Kepala Seksi IV Polisi Kota Semarang (1942), Kepala Polisi Salatiga (1943), Kepala Polisi Istimewa Kota Semarang (1944), Keibikatyo Kota Semarang (1944), Kepala Polisi Kendal (1945), Kepala Umum Kantor Besar Polisi Semarang (1945), Kepala Polisi Karesidenan Pekalongan (Februari 1950), Kepala Polisi Karesidenan Surabaya (Agustus 1950), Kepala Kepolisian Provinsi Jawa Timur (Desember 1950), dan Ajun Kepala Kepolisian Negara (November 1959).
Asisten Wedana Banyumas (1934), Asisten Residen Lampung (1935), Mantri Polisi Kedungwuni, Pekalongan (1936), Asisten Wedana Polisi Tegal (1941), Kepala Seksi IV Polisi Kota Semarang (1942), Kepala Polisi Salatiga (1943), Kepala Polisi Istimewa Kota Semarang (1944), Keibikatyo Kota Semarang (1944), Kepala Polisi Kendal (1945), Kepala Umum Kantor Besar Polisi Semarang (1945), Kepala Polisi Karesidenan Pekalongan (Februari 1950), Kepala Polisi Karesidenan Surabaya (Agustus 1950), Kepala Kepolisian Provinsi Jawa Timur (Desember 1950), dan Ajun Kepala Kepolisian Negara (November 1959).
Sebagai Kepala Kepolisian Negara
Pada 15 Desember 1959, Djojonegoro dilantik menjadi Kepala Kepolisian Negara menggantikan Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo.
Beberapa peristiwa semasa ia menjabat sebagai Kepala Kepolisian Negara:
1960 - Kepolisan Negara bergabung dalam ABRI
1 Juli 1960 - empat janji prajurit kepolisian, "Catur Prasetya" diikrarkan
April 1961 - Catur Prasetya resmi dijadikan pedoman kerja kepolisian RI selain Tribrata sebagai pedoman hidup
1962 - Kepolisian Negara Republik Indonesia berubah nama menjadi Angkatan Kepolisian RI (AKRI)
Masa kepemimpinannya ditandai konflik dengan Belanda dan pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan PKI, DI/TII, APRA dan lain-lain, namun hal-hal tersebut ditanganinya dengan baik.
Setelah Kapolri dan akhir hidup
Ia digantikan Ajun Komisaris Besar Polisi Soetjipto Danoekoesoemo pada 30 Desember 1963 dan segera diangkat menjadi Menteri Penasihat Presiden untuk Urusan Dalam Negeri. Djojonegoro memasuki masa pensiun mulai 31 Juli 1966. Hari-harinya dinikmatinya dengan berkumpul bersama keluarga. Djojonegoro meninggal dunia di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Ia meninggalkan istrinya, R.A. Sukatinah, dan lima orang anak. Sesuai permintaannya, jenazahnya dimakamkan di makam khusus untuk pemakaman keluarga Djojonagoro, "Suwondo Giri" di Banjarnegara.
Sumber, http://id.wikipedia.org/wiki/Soekarno_Djojonegoro
----------------
----------------
Soekarno Djojonegoro
Kapolri Kedua [ 15 Des 1959 - 29 Des 1963 ]
Raden Soekarno Djojonagoro adalah Kepala Kepolisian Negara/ Menteri Muda Kepolisian II. Ia menjabat sejak 15 Desember 1959 sampai 8 Januari 1964. Ia dilahirkan pada tanggal 15 Mei 1908 di Barjarnegara, Jawa Tengah. Soekarno lahir dari kalangan ningrat. Ayahnya adalah Raden Adipati Ario Djajanagoro II, Bupati Banjarnegara dan ibunya adalah Raden Ajeng Rachmat Mangoenprawiro. Ayahnya memiliki banyak istri dan mempunyai 24 putra-putri. Soekarno sendiri adalah putra ke-12. Dengan keadaan yang demikian, Soekarno kurang mendapat perhatian dari sang ayah.Tahun 1914 Soekarno masuk sekolah di Hollands Inlandsche School (HIS). Perawatan dan pengawasan atas dirinya dilakukan oleh kakak perempuan ibunya, Ibu Suroyo. Ia tidak pintar, tapi tekun. Seperti kebanyakan anak kecil, seusai sekolah ia biasa bermain. Kegemarannya adalah menonton wayang semalam suntuk. Setelah lulus dari HIS, pada bulan Juli 1918, Soekanto melanjutkan sekolah MULO di Purwokerto. Selama bersekolah di MULO, Soekanto cukup disenangi dan dikenal oleh teman-temanya karena kebiasaannya melawak. Pada tahun 1925, Sokarno Djojonagoro terpilih menjadi ketua Jong Java daerah Purwokerto. Setelah lulus dari MULO, pada bulan Juli 1926 ia melanjutkan sekolahnya di Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaar (OSVIA) di Magelang. Sewaktu sekolah di OSVIA, selain aktif dalam Jong Java, ia juga aktif dalam berbagai diskusi tentang nasionalisme dan menjadi ketua Pandriyotomo (organisasi yang bergerak dalam bidang kebudayaan).Pada bulan Agustus 1928, R. Soekarno berhasil menamatkan pendidikannya di OSVIA. Sebulan kemudian, ia diterima bekerja sebagai Ambtenaar Bij/de Inlandsche Bestuurdienst (AIB) dan ditempatkan di Kawedanan Ajibarang, Kabupaten Purwokerto. Di sana ia dikenal sebagai orang yang baik. Soekarno kemudian dipindahtugaskan ke Kawedanan Purbalingga. Bilamana ada liburan, ia sering rekreasi bersama teman-temannya ke Guwa Ijo di daerah Banyumas. R. Soekarno Djojonagoro menikah dengan R.A. Soekatinah pada tanggal 5 Juni 1929. Setahun kemudian lahirlah putri pertama mereka bernama Wahyuningsih. Mulai tanggal 21 April 1931, R. Soekarno dipindahkan ke kota Pati, Jawa Tengah untuk menjabat sebagai Mantri Polisi. Dari Pati, R. Soekarno dialihtugaskan ke Kudus dengan jabatan yang baru, yakni sebagai mantri veld politie (polisi luar kota). Ia sering mendapat premi dari pemerintah karena berhasil mengusut pembuatan arak gelap dan pemotongan hewan gelap. Selama bertugas di Pati dan Kudus Soekarno selalu menentang adat Jawa kuno. Sering kali tindakannya membuat ia dimarahi oleh atasannya.Tahun 1934, R. Soekarno diangkat menjadi Asisten Wedana dan ditempatkan di Rowokele, Kabupaten Banyumas. Kemudian ia dipindahtugaskan ke daerah Lampung untuk membina para transmigran dari Jawa. Di sini ia mengalami tekanan yang besar dalam pekerjaannya. Suatu saat ia pernah berdebat dengan Residen dan akibatnya ia dikirim kembali ke Jawa. Akibat tindakannya yang selalu menentang atasannya, Soekarno akhirnya diberhentikan dari jabatannya. Atas usaha kakaknya, Soekarno diangkat ekmbali menjadi Fd. mantri kepolisian di Kedungwuni, Pekalongan. Setelah enam bulan bertugas di sana, ia dipindahkan ke Pucakwangi, Pati. Setelah 4 tahun bertugas, ia dipindahkan lagi ke Winong. Di Winong ia hanya bertugas selama 1 tahun. Kemudian ia pindah lagi ke Tegal sebagai Asisten Wedana Polisi. Januari 1942 ia dipindahkan ke hoofdbeureau di Semarang. Akan tetapi, karena tidak ada jabatan yang sesuai dengan pangkatnya, maka ia kembali ke Banjarnegara.Setelah Jepang berkuasa R. Soekarno dipanggil Kepala Kepolisian Semarang untuk menjadi Kepala Seksi IV Candibaru. Wewenangnya adalah menahan orang-orang Belanda dan Indo-Belanda. Pada bulan Mei 1943, R. Soekarno dipindahkan ke Salatiga dan diangkat menjadi Kepala Kepolisian. Pertengahan Januari 1944, Soekarno dipindahkan kembali ke Semarang. Ia diangkat menjadi Komandan Tokubetsu Keisatsutai (Pasukan Polisi Istimewa). Ketika menjadi komandan, ia melihat perlakuan kasar terhadap anggotanya yang dilakukan oleh atasannya. Atas hal itu, ia memutuskan untuk keluar dari kesatuan. Bulan April 1944 keluar surat pemecatan dirinya. Sebulan setelah dipecat, Soekarno diangkat kembali menjadi Keibikaco (Komandan Penjagaan) di Kantor Besar Polisi Semarang. Setelah Jepang kalah keadaan kota Semarang menjadi kacau. Orang-orang Indonesia yang bereuforia terhadap kemerdekaan membalas tindakan kasar yang pernah diterimanya kepada orang-orang Jepang. Terjadi pertempuran antara pasukan Jepang dengan para pemuda, BKR, dan polisi Indonesia. Banyak korban berjatuhan di kedua belah pihak. Kemudian peristiwa itu dikenal dengan nama Pertempuran Lima Hari di Semarang. Setelah Sekutu datang, R. Soekarno diangkat menjadi Kepala Umum Kantor Besar Polisi Semarang dengan pangkat Komisaris Polisi Kelas II. Terjadilah pertempuran dengan Sekutu karena Indonesia mengetahui bahwa Sekutu diboncengi oleh NICA. Menurut SK Kepolisian Negara No.445/Pol, R. Soekarno diangkat menjadi Kepala Polisi Karesidenan Semarang dengan pangkat Komisaris Polisi Tk. I. 7 bulan kemudian ia dipindahkan dan diangkat menjadi Kepala Polisi Karesidenan Pekalongan. Akibat perjanjian Renville, maka seluruh anggota kepolisian RI harus meninggalkan garis van Mook dan masuk ke daerah RI. Komisaris Polisi R. Soekarno dipindahkan ke Jawatan Kepolisian Negara di Yogyakarta dan diangkat sebagai anggota Komisi Gencatan Senjata. Ketika terjadi pemberontakan PKI Madiun, R. Soekanno ditugaskan ke daerah Solo, Purwodadi, Kudus, dan Cepu guna membantu menyusun kembali kepolisian yang telah hancur akibat serangan PKI.
Pada 1 April 1950, R. Soekarno dinaikkan pangkatnya menjadi Pembantu Komisaris Besar Polisi. Bulan Mei, ia dpindahkan dan diangkat menjadi Kepala Polisi Karesidenan Semarang. Ia hanya menjabat selama 3 bulan. Dalam bulan Agustus, ia dipindahkan dan diangkat menjadi Kepala Polisi Karesidenan Surabaya. Jabatan itu pun tidak lama dipegangnya. Tanggal 1 Januari 1951, ia diangkat menjadi Kepala Kepolisian Provinsi Jawa Timur.Sumber, http://www.museum.polri.go.id